Translate

CATATAN PENULIS

Berisi tentang beberapa catatan yang penulis dapatkan sepanjang perjalanan hidup.
Penulis mencoba berbagi kepada seluruh sahabat sebagai self reminder.

24 Okt 2009

KISAH BOTOL ACAR


Setahuku, botol acar besar itu selalu ada di lantai di samping lemari di kamar orangtuaku. Sebelum tidur, Ayah selalu mengosongkan kantong celananya lalu memasukkan semua uang recehnya ke dalam botol itu. Sebagai anak kecil, aku senang mendengar gemerincing koin yang dijatuhkan ke dalam botol itu. Bunyi gemericingnya nyaring jika botol itu baru terisi sedikit. Nada gemerincingnya menjadi rendah ketika isinya semakin penuh. Aku suka jongkok di lantai di depan botol itu, mengagumi keping-keping perak dan tembaga yang berkilauan seperti harta karun bajak laut ketika sinar matahari menembus jendela kamar tidur.

Jika isinya sudah penuh, Ayah menuangkan koin-koin itu ke meja dapur, menghitung jumlahnya sebelumnya membawanya ke bank. Membawa keping-keping koin itu ke bank selalu merupakan peristiwa besar. Koin-koin itu ditata rapi di dalam kotak kardus dan diletakkan di antara aku dan Ayah di truk tuanya. Setiap kali kami pergi ke bank, Ayah memandangku dengan penuh harap. "Karena koin-koin ini kau tidak perlu kerja di pabrik tekstil. Nasibmu akan lebih baik daripada nasibku. Kota tua dan pabrik tekstil disini takkan bisa menahanmu." Setiap kali menyorongkan kotak kardus berisi koin itu ke kasir bank, Ayah selalu tersenyum bangga. "Ini uang kuliah putraku. Dia takkan bekerja di pabrik tekstil seumur hidup seperti aku.".

Pulang dari bank, kami selalu merayakan peristiwa itu dengan membeli es krim. Aku selalu memilih es krim cokelat. Ayah selalu memilih yang vanila. Setelah menerima kembalian dari penjual es krim, Ayah selalu menunjukkan beberapa keping koin kembalian itu kepadaku. "Sampai dirumah, kita isi botol itu lagi."

Ayah selalu menyuruhku memasukkan koin-koin pertama ke dalam botol yang masih kosong. Ketika koin-koin itu jatuh bergemerincing nyaring, kami saling berpandangan sambil tersenyum. "Kau akan bisa kuliah berkat koin satu penny, nickle, dime, dan quarter," katanya. "Kau pasti bisa kuliah. ayah jamin."

Tahun demi tahun berlalu. Aku akhirnya memang berhasil kuliah dan lulus dari universitas dan mendapat pekerjaan di kota lain. Pernah, waktu mengunjungi orangtuaku, aku menelepon dari telepon di kamar tidur mereka. Kulihat botol acar itu tak ada lagi. Botol acar itu sudah menyelesaikan tugasnya dan sudah di pindahkan entah ke mana. Leherku serasa tercekat ketika mataku memandang lantai di samping lemari tempat botol acar itu biasa di letakkan.

Ayahku bukan orang yang banyak bicara, dia tidak pernah menceramahi aku tentang pentingnya tekad yang kuat, ketekunan, dan keyakinan. Bagiku, botol acar itu telah mengajarkan nilai-nilai itu dengan lebih nyata daripada kata-kata indah.

Setelah menikah, kuceritakan kepada istriku, betapa pentingnya peran botol acar yang tampaknya sepele itu dalam hidupku. Bagiku, botol acar itu melambangkan betapa besarnya cinta Ayah padaku. Dalam keadaan keuangan sesulit apa pun, setiap malam Ayah selalu mengisi botol acar itu dengan koin. Bahkan di musim panas ketika ayah diberhentikan dari pabrik tekstil dan Ibu terpaksa hanya menyajikan buncis kalengan selama berminggu-minggu, satu keping pun tak pernah di ambil dari botol acar itu. Sebaliknya, sambil memandangku dari seberang meja dan menyiram buncis itu dengan saus agar ada rasanya sedikit, Ayah semakin meneguhkan tekadnya untuk mencarikan jalan keluar bagiku. "Kalau kau sudah tamat kuliah," katanya dengan mata berkilat-kilat, "kau tak perlu makan buncis kecuali jika kau memang mau."

Liburan Akhir Tahun pertama setelah lahirnya putra kami, kami habiskan di rumah orangtuaku. Setelah makan malam, Ayah dan Ibu duduk berdampingan di sofa, bergantian memandangku cucu pertama mereka. Putra kami menagis lirih. Kemudian istriku mengambilnya dari pelukan Ayah. "Mungkin popoknya basah," kata istriku, lalu di bawanya putra kami ke kamar tidur orangtuaku untuk di ganti popoknya.

Istriku kembali ke ruang keluarga denga mata berkaca-kaca. Dia meletakkan Putra kami ke pangkuan Ayah, lalu menggandeng tanganku dan tanpa berkata apa-apa mengajakku ke kamar. "Lihat," katanya lembut, matanya memandang lantai di samping lemari. Aku terkejut. Di lantai, seakan tidak pernah di singkirkan, berdiri botol acar yang sudah tua itu. Di dalamnya ada beberapa keping koin.

Aku mendekati botol itu, merogoh saku celanaku, dan mengeluarkan segenggam koin. Dengan perasaan haru, kumasukkan koin-koin itu kedalam botol. Aku mengangkat kepala dan melihat Ayah. Dia menggendong Jessica dan tanpa suara telah masuk ke kamar. Kami berpandangan. Aku tahu, Ayah juga merasakan keharuan yang sama. Kami tak kuasa berkata-kata.


23 Okt 2009

PENGEMIS BUTA


Seorang anak laki-laki buta duduk di tangga sebuah bangunan dengan sebuah topi terbalik di kakinya untuk menampung sumbangan dari orang-orang lewat. Ia menaruh sebuah karton putih dengan tulisan: “SAYA BUTA.. TOLONGLAH SAYA.”

Di topi itu terlihat sedikit koin. Seseorang berjalan mendekat. Ia mengambil beberapa koin dari kantongnya dan menjatuhkannya di topi itu. Ia kemudian mengambil karton putih itu, membaliknya dan menuliskan beberapa kata. Ia menaruh kembali karton putih itu sehingga setiap orang yang berjalan melewati anak buta itu dapat membaca kata-kata barunya.

Dengan segera topi itu mulai dipenuhi koin. Banyak orang mau memberi uang kepada anak buta itu. Sore harinya lelaki yang telah mengganti tulisan di karton putih itu datang lagi untuk melihat bagaimana hasilnya. Anak laki-laki buta itu mengenali lelaki itu dari langkah-langkah kakinya, sehingga ia bertanya, “Apakah bapak adalah orang yang mengganti tulisan di karton putih tadi pagi? Apa sih yang bapak tulis?”

“Saya hanya menuliskan kebenaran. Saya menuliskan apa yang engkau tulis tapi dengan cara berbeda.” Apa yang ia tulis adalah: “HARI INI ADALAH HARI YANG INDAH.. NAMUN SAYA TIDAK DAPAT MELIHATNYA”


Insight :
Apakah tulisan pertama dan kedua di karton tersebut berbeda? Tentu tidak karena kedua tulisan itu mengatakan kepada orang-orang yang lewat bahwa si anak itu buta. Lalu apa perbedaan tulisan pertama dengan tulisan kedua?

Tulisan pertama mengatakan bahwa si buta itu adalah orang buta dan perlu untuk di tolong. Tulisan ini dibuat berdaraskan sudut pandang si buta di mana dia bilang bahwa dia buta dan dia butuh pertolongan. Orang-orang yang lewat tidak begitu mengerti dengan penderitaan yang dialami si buta, karena mereka sendiri tidak pernah mengalami kebutaan, sehingga dorongan untuk membantu si buta tidak terlalu besar.

Tulisan kedua memiliki efek yang berbeda, dengan mengatakan bahwa “Hari ini indah, namun saya tidak dapat melihatnya” adalah salah satu cara membuat orang-orang yang lewat mengerti penderitaan si buta, karena membuat mereka melihat si buta dari sudut pandang mereka dan bukan sudut pandang si buta. Tulisan ini membuat orang-orang yang lewat sadar dan berpikir bahwa mereka merasa sangat beruntung sehingga timbul keinginan mereka untuk menolong si Buta, sebagai ucapan rasa syukur mereka kepada keberuntungan yang mereka miliki tapi tidak mereka sadari tersebut.

Bersyukurlah atas setiap yang ada pada kita ataupun yang tidak ada pada kita. 


KITA TIDAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KITA SUKAI, OLEH KARENANYA KITA HARUS SELALU MENYUKAI APAPUN YANG KITA DAPATKAN


22 Agu 2009

BERSYUKUR & BERBAHAGIALAH


Sehari setelah lulus SMA, seorang guru bertanya “Anak-anak, apa yang kamu dapatkan dari kelulusan kalian ini?”

“Papa saya kasih kunci motor ini begitu tahu saya lulus”
“Saya dapat motor Pak”
“Saya dapat tiket jalan-jalan ke Australia”
Beragam jawaban sampai tiba giliran seorang anak yang duduk di ujung kelas...
“Hadiah terbesar bagi kelulusan saya adalah saat nama keluarga saya tercantum di buku telepon...”

“Apaan tuh? Hahaha...” Teman-teman menertawakannya.

“Dulu Ayah saya seorang yang tidak punya pekerjaan halal. Setiap saat takut digrebek polisi jadi kami harus selalu siap sedia bangun di tengah malam dan lari berpindah tempat. Tidur di mobil sudah biasa. Sampai suatu saat ada orang yang berbaik hati meminjamkan modal pada Ayah dan sekarang usahanya sukses.”

Kami sekarang punya rumah, walau kecil dan kami baru memiliki sambungan telepon.
“...Itu berarti ada harapan baru yang saya dapatkan nanti”

Semua terdiam dan mereka baru saja mendapatkan hikmah tentang pencapaian besar dan kebahagiaan.

Insight of The Story :

Bersyukur dan berbahagialah atas setiap keberhasilan orang lain. Sekecil apapun... sebesar apapun...


IKAN KECIL DAN AIR

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai, tahukah kamu dimana air? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan yang ditemuinya tidak mengetahui dimana air itu. Si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan raja ikan yang sudah berpengalaman, kepada raja ikan, ikan kecil ini menanyakan hal serupa, “Dimanakah air itu?”
Raja ikan menjawab, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar kata manusia, tanpa air kita semua akan mati.”

Moral of The Story :
Kita sebagai Manusia terkadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang arti kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.

Karenanya, kembali kita amati sekitar kita. Kebahagiaan selalu ada disana. Orang tua yang selalu menyayangi dan melindungi kita. Suami atau istri yang setia menunggu di rumah. Anak kita yang bermain dengan lucunya. Juga sahabat yang selalu ada di saat kita membutuhkan. Mereka semua ada di sekeliling kita hingga terkadang kita tidak menyadarinya. Mereka semua adalah kebahagiaan itu sendiri.

Terkadang kita tidak mendapatkan apa yang kita suka, maka kita selayaknya menyukai apa yang kita dapatkan,

12 Agu 2009

KARET GELANG


Suatu ketika saya membutuhkan karet gelang. Satuuu saja. Karena shampo yang akan saya bawa, penutupnya sudah dol. Harus dibungkus dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak, isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas.

Tapi saya tidak menemukan karet gelang, seutas pun. Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya kelabakan. Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa. Waduuuh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak berarti, tiba-tiba jadi sangat penting.

Saya teringat pada seorang teman waktu di Surabaya dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sangat biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ramai berdiskusi. Dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Itu pun kadang-kadang salah. Kemampuan dia memang sangat terbatas. Tetapi dia senang membantu orang lain; entah menemani pergi, membelikan sesuatu, atau mengeposkan surat. Pokoknya apa saja asal membantu orang lain, ia akan kerjakan secara senang hati.

Itulah sebabnya kalau dia tidak ada, kami semua, teman-temannya, suka kelabakan. Pernah suatu kali acara yang sudah kami persiapkan hampir saja gagal, karena dia tiba-tiba harus pulang kampung untuk suatu urusan.


Moral of The Story :
Di dunia ini memang tidak ada sesuatu yang sangat kecil, sehingga sama sekali tidak berarti. Benda yang sering dibuang-buang pun, seperti halnya karet gelang, pada saatnya bisa menjadi benda yang begitu penting dan merepotkan.

Tanyakanlah pada setiap pendaki gunung, apa yang paling merepotkan mereka saat mendaki tebing curam? Bukan teriknya matahari. Bukan beratnya perbekalan. Tetapi kerikil-kerikil kecil yang masuk ke sepatu. Karena itu, jangan pernah meremehkan apa pun. Lebih-lebih meremehkan diri sendiri. Bangga dengan diri sendiri itu tidak salah. Yang salah kalau kita menjadi sombong, lalu meremehkan orang lain.

Semoga kita tidak demikian..



PENDAYUNG SAMPAN DAN PROFESOR

Suatu hari, seorang Professor yang sedang membuat kajian tentang lautan menumpang sebuah sampan. Pendayung sampan itu seorang tua yang begitu pendiam. Professor memang mencari pendayung sampan yang pendiam agar tidak banyak bertanya ketika dia sedang membuat kajian. Dengan begitu tekun Professor itu membuat kajian. Diambilnya sedikit air laut dengan tabung uji kemudian digoyang-goyang. Selepas itu dia menulis sesuatu di dalam buku. Berjam-jam lamanya Professor itu membuat kajian dengan tekun sekali.

Pendayung sampan itu mendongak ke langit. Berdasarkan pengalamannya dia berkata di dalam hati, "Hmm. Hari sepertinya akan hujan". "OK, semua sudah siap, mari kita kembali ke darat" kata Professor itu.

Pendayung sampan itu setuju dan mula memutar sampannya ke arah pantai. Dalam perjalanan pulang itu barulah Professor itu bertanya pendayung sampan.
"Anda sudah lama kerja mendayung sampan?" Tanya Professor itu.
"Hampir seumur hidup saya." Jawab pendayung sampan itu dgn ringkas.
"Seumur hidup kamu?" Tanya Professor itu lagi.
"Ya" jawab sang pendayung

"Jadi kamu tidak tahu persoalan-persoalan lain selain dari mendayung sampan?" Tanya Professor itu. Pendayung sampan itu hanya menggelengkan kepalanya.

Masih tidak puas, Professor itu bertanya lagi, "Anda tahu geografi?" Pendayung sampan itu menggelengkan kepala.
"Kalau begitu, anda sudah kehilangan 25 persen dari usia kamu."

Kata Professor itu lagi, "Anda tahu biologi?" Pendayung sampan itu menggelengkan kepala.
"Kasihan. Kamu sudah kehilangan 50 persen usia kamu. Kamu tahu Fisika?" Professor itu masih lagi bertanya.

Seperti tadi, pendayung sampan itu hanya menggelengkan kepala. "Kalau begini, kasihan sekali anda, sudah kehilangan 75 persen dari usia kamu. Malang sungguh nasib kamu, semuanya tak tahu. Seluruh usia kamu dihabiskan sebagai pendayung sampan." Kata Professor itu dengan nada mengejek dan angkuh.

Pendayung sampan itu hanya terdiam dan berdiam diri.

Selang beberapa menit kemudian, tiba-tiba turun hujan. Tiba-tiba saja datang ombak besar. Sampan itu diamuk ombak besar dan terbalik. Professor dan pendayung sampan itu akhirnya tercebur. Lalu pendayung sampan seketika bertanya kepada sang Profesor, "Anda bisa berenang?"
Professor itu menggelengkan kepala.

"Kalau begitu, Anda sudah kehilangan 100 persen nyawa dan kehidupan anda" Kata pendayung sampan itu sambil terus berenang menuju ke pantai dan meninggalkan sang profesor.

Moral of the Story :
Dalam hidup ini terkadang pengetahuan tinggi yang kita miliki, belum tentu menjamin suksesnya kehidupan. Tidak ada artinya kepandaian dan pengetahuan jika tidak mengetahui masalah-masalah terpenting dalam hidup kita.

Adakalanya orang yang kita sangka bodoh dan tidak berpendidikan rupanya lebih sukses dari kita. Mungkin mereka terlihat bodoh dalam bidang tertentu, tetapi sesungguhnya adalah "Seorang Profesor" dalam bidang yang ditekuninya.

Hidup ini singkat. Jadi, mari kita bertanya pada diri kita "untuk apakah ilmu yg kita miliki jika bukan untuk digunakan bagi kebaikan sesama?"

1 Agu 2009

PITA JINGGA



By : Helice Bridges (Teacher of Del Mar California, USA).

Mrs. Helice memanggil para muridnya ke depan kelas. Dengan tulus dan jujur, Mrs. Helice menyampaikan rasa terima kasihnya kepada murid-muridnya yang telah memberikan sumbangan positif bagi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai guru, juga bagi kelangsungan belajar di kelas itu. Sebagai tanda terima kasih, ia sematkan sebuah pita jingga kepada setiap muridnya, dan memberikan tiga lagi pita jingga untuk masing-masing murid. "Yang Ibu minta hanyalah kalian sampaikan tiga pita yang kalian bawa kepada siapa saja yang menurut kalian telah memberikan sumbangan positif bagi hidupmu."

Salah satu muridnya mendatangi seorang eksekutif yunior di sebuah perusahaan dan dengan tulus menyampaikan terima kasih karena sang eksekutif pernah membantunya membuat rencana karir untuk masa depannya. Iapun menyematkan pita jingga, sang eksekutif terpana. Belum pernah ia mendapat perhatian seistimewa ini.

Lalu ia diberi dua pita, yang salah satunya harus ia serahkan pada orang lain lagi yang berarti dalam hidupnya. Si Eksekutif bingung kepada siapa pita jingga itu akan ia serahkan. Sang eksekutif masuk ke ruangan pimpinan perusahaannya. Selama ini sang pimpinan dikenal sebagai orang yang selalu menggerutu, mengomel dan tidak puas atas kerja bawahannya. Namun sang eksekutif yunior tetap menghadap pimpinan. "Tuan, telah sekian lama saya bekerja di perusahaan Bapak. Selama itu pula saya telah menikmati gaji, anak istri sayapun bisa hidup sejahtera. Jujur saya katakan, bapak orangnya keras tapi jenius dan sangat kreatif." Pimpinan terpana. Belum pernah ia dihargai seperti itu.

"Sebagai tanda terima kasih, ijinkan saya menyematkan pita jingga ini" Pimpinan makin terpana, "Y..yyyaa, tentu saja boleh, silakan." Selepas menyematkan pita jingga, iapun memberikan sebuah pita jingga kepada pimpinan dan menyampaikan pesannya: berikan pita jingga ini kepada orang yang berharga dalam hidup anda. Sekian menit telah berlalu, sorepun berganti petang menjelang malam, namun sang pimpinan masih terpana, betul-betul sangat berkesan di hatinya.

Tiba-tiba terlintas di benaknya, betapa selama ini aku telah mengabaikan anakku. Terkadang aku bahkan membentakmu, Nak, hanya karena nilaimu jatuh, kamarmu kacau balau, padahal aku tidak pernah mendampingimu. Sang pimpinan bergegas pulang. Ia katakan pada anaknya: Nak, hari-hariku betul-betul sarat dengan kesibukan, aku amat kurang menyayangimu. Namun, Nak, malam ini aku betul-betul ingin duduk berdua saja denganmu. Jujur bapak katakan, kamu benar-benar telah memberikan suatu sumbangan untukku. Selain ibumu, engkaulah orang terpenting dalam hidupku. Nak, ijinkan bapak menyematkan pita jingga ini untukmu. Aku mencintaimu, Nak.

Terkesima, ia menatap tajam ayahnya, lalu terharu, air matanya mengalir. Dengan terbata-bata ia berkata: "Ayah, aku berencana bunuh diri besok pagi. Karena aku pikir aku sudah tidak punya ayah, aku pikir Ayah tidak peduli, tidak mencintaiku. Kini aku tahu, aku tak perlu melakukan hal itu."


Moral of The Story :
Terkadang sebagian dari kita beranggapan bahwa untuk membahagiakan orang-2 di sekeliling dan orang-2 yang dikasihi adalah dengan memberikan apa yang mereka mau dan sebagian itu adalah berupa materi.

Terkadang kita lupa bahwa hal-hal kecilpun bisa sangat bermakna bagi orang lain seperti halnya pita jingga diatas. Oleh karenanya mulai kini marilah kita berbagi kepada orang-2 di sekeliling kita dan orang-2 yang kita kasihi.. walaupun itu hanya sebuah senyuman.

7 KEAJAIBAN DUNIA


Sekelompok pelajar kelas geografi belajar mengenai "Tujuh Keajaiban Dunia".

Pada akhir pelajaran, pelajar tersebut di minta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan "Tujuh Keajaiban Dunia" saat ini.

Walaupun ada beberapa ketidaksesuaian, sebagian besar daftar berisi :

1. Piramida Besar di Mesir
2. Taj Mahal
3. Grand Canyon
4. Kanal Panama
5. Gedung Empire State
6. Candi Borobudur
7. Tembok China.

Ketika mengumpulkan daftar, sang guru memperhatikan seorang pelajar; seorang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya. Gadis pendiam itu menjawab, "Ya, sedikit.. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya." Sang guru berkata, "Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki dan mungkin kami bisa membantu memilihnya" Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca,

"Saya pikir Tujuh Keajaiban Dunia adalah:

1. Bisa bersyukur
2. Bisa merasakan
3. Bisa tertawa
4. Bisa mendengar…..

Dia ragu lagi sebentar, dan kemudian melanjutkan...

5. Bisa berbagi
6. Bisa mencintai
7. Dan bisa dicintai"

Ruang kelas tersebut sunyi seketika ....


Moral of the Story :
Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada hasil karya manusia dan menyebutnya sebagai "KEAJAIBAN" sementara kita lihat semua yang telah Tuhan lakukan untuk kita menyebutnya sebagai "BIASA".

Semoga hari ini kita diingatkan tentang segala hal yang betul-betul ajaib dalam kehidupan Anda. Bersyukurlah untuk apa yg telah Anda dapatkan sampai saat ini, karena sesungguhnya semua itu merupakan suatu keajaiban!


CANGKIR YANG CANTIK


Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik "Lihat cangkir itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek.

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.

Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata "belum !" lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata "belum !"

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.

Wanita itu berkata "belum !" Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin.

Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.


Moral of the Story :
Seperti inilah Tuhan membentuk kita. Pada saat Tuhan membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata.Tetapi inilah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-Nya.

"Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun."

Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Dia sedang membentuk Anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, Anda akan melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk Anda.